Oleh: Widia Ariska A.
AndalasUpdate.Co, – Hujan mengguyur kota rafflesia dengan begitu deras, menghanyutkan semuanya termasuk hati seorang gadis yang kini sedang menatap jendela kamar penuh sendu. Lapangan hijau rumput itu persis kanal yang dangkal, namun tidak ada jiwa yang dapat menikmatinya. Hujan hanya menyisahkan rasa yang tertinggal tanpa atma.
“Bang Aku merindukanmu,” lirih Rerey menempelkan tangannya pada jendela, suaranya sepelan mungkin keluar.
Satu bulan ditinggalkan tanpa kabar sedikit pun hanya bertahan lewat cinta, iya cinta atas nama apa?.
Dering ponsel membuyarkan lamunan Rerey. Selepas ujian nasional bukannya pikirannya sudah tenang malah lebih kacau dari pada sebelumnya.
“Iya waalaikumsalam hallo,” ucap Rerey membalas salam dari seberang.
“Jadi gimana prom night malam nanti, ayok pergi Rey,” ujar Geisha memohon dibalik telepon.
“Sha Lo tau kan, keluar dari sini nggak semudah itu, gue udah izin dari sore kemarin dan belum ada jawaban sampai sekarang. Papa gue juga masih belum pulang,” keluh Rerey frustasi. Pasalnya memang di dunia hijau ini penuh peraturan, etitude di junjung tinggi dan strata sosial juga dilihat.
“Oke Gue akan coba bujuk nyokap lo dulu, dan Gue pastiin Lo akan dijemput pukul tujuh malam bye.” tanpa persetujuan Rerey lagi Geisha mengambil keputusan sendiri. Dan benar saja lima belas menit setelah itu nyonya Gunawan mengobrol dengan asik di ruang tengah, terdengar sedikit suara cekikikan dua orang mak dan anak itu.
“Ananda kok belum siap-siap,” ucap nyonya gunawan mengelus rambut halus putri sematang wayangnya.
“Ananda capek Ma,” keluh Rerey. Raut wajahnya begitu datar tidak ada yang ingin dia lakukan kecuali bertemu lettu yang kini ntah keberadaannya di mana.
“Ananda mama tau bagaimana perasaan kamu menunggu Lettu Yudha tapi tidak baik memikirkan seseorang yang belum tentu menjadi mahrommu, kamu akhiri saja perasaan itu,” saran nyonya gunawan menasehati anaknya penuh hati-hati agar tidak menimbulkan luka. Sang ibu ingin anaknya mendapatkan yang terbaik, tidak hanya melihat dunia batalion yang penuh kekangan ini, layaknya dia yang dulu juga pernah merasakan hal itu. Menjalani dunia loreng yang penuh tanda tanya dan bahaya, hanya melihat lumut hijau dan tak ada warna lain.
“Ma ananda udah coba melepaskan bang Yudha tapi nggak bisa,” lirih Rerey mengerucutkan bibirnya menatap malaikatnya dengan air mata yang telah tumpah. Kemudian Rerey semakin terisak mengingat usaha mamanya ketika mendukung hubungannya dengan Lettu Yudha, tapi semakin mereka dekat, dunia seolah semakin menjauh.
Setelah curhatan ala anak dan mama secara melankolis, Rerey sekarang telah siap dengan drees senada dengan tasnya. Rambutnya tergerai indah dengan beberapa aksesoris.
“Make up ala mama emang perfect deh,” ucap Rerey memuji seseorang yang sedang memegang pundaknya itu.
“Mama gitu loh …,” balas nyonya gunawan tersenyum bahagia. Tidak lama itu suara mobil berhenti di depan rumahnya, suara rame teman-temannya mulai terdengar.
“Bahagia banget kayaknya Lo,” ucap Galang melihat lewat kaca spion.
“Iya dong, siapa sih yang nggak bahagia keluar dari penjara,” balas Rerey sambil memakai high heels.
“Hahaha parah emang Lo Rey,” tawa mereka semua pecah. Saking asiknya mereka mengobrol tidak terasa sudah sampai di sebuah hotel ternama yang di sewa oleh sekolah.
“Congratulations Reygeinsha Alonagea Gunawan sebagai queen cendana karsa 2017 dan congratulations Galang Bimantara sebagai king cendana karsa 2017.” suara ketua panitia itu memenuhi seluruh ruangan lalu memakaikan selempang. Galang sejak tadi memandangi Rerey dengan penuh minat, itulah mengapa lelaki itu Mengepalkan tangannya dan rongganya mengeras.
Acara demi acara terlewati pun dengan perpisahan secara resmi, kini acara di serahkan sepenuhnya oleh siswa. Mereka memutar video kenangan kemudian dilanjutkan karaoke hingga pukul sebelas malam, seperti tidak ada tanda-tanda mereka akan bubar. Yudha masuk kembali kemudian mencari Rerey yang ntah di mana. Yudha semakin kelabakan mencari karena terlalu banyak siswa yang berserak. Netranya pun menatap nyalang ketika melihat Rerey bernyanyi tak tentu arah seraya pinggangnya di peluk oleh Galang, sedikit lagi bibir Galang akan menyentuh bibir Rerey jika tidak cepat di tarik oleh Yudha.
Rerey berbalik lalu berkata, “Bang Yudha ….” Yudha melihat ke arah Galang dengan begitu dingin lalu memakaikan jaketnya ketubuh Rerey yang terekspos indah.
Sedari tadi Rerey mengoceh tidak jelas apalagi ketika Yudha membawanya menuju mobil, rupanya minuman Rerey tadi diberi alkohol sehingga hampir setengah jiwanya tak sadar. Ajudan gunawan pun menggeleng tak mengerti.
“Hadeh gadis begini yang selalu kau puja-puja di tengah perbatasan tu,” decak Bagas tak percaya sementara Yudha memberikan air putih pada Rerey yang sekarang berada di pelukannya. Sebisa mungkin Rerey harus sadar sebelum sampai di batalion jika tidak bukan hanya mereka yang habis kemungkinan Rerey juga akan dihukum.
“Masuk. Kamu tidak tahu ini sudah jam berapa,” pekik gunawan menatap nyalang Rerey, sementara Yudha hanya melihat di dalam mobil dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.
Batalyon Infanteri 144/Jaya Yudha or Yonif 144/JY mempunyai motto ‘murni berani’ merupakan Batalyon Infanteri yang berada di bawah komando Korem 041, Kodam ll sriwijaya. Markas batalyon ini berkedudukan di Curup Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu dan dibawahi oleh komandan batalyon Letkol Inf Tri Haksoro yang membawahi 5 kompi.
Hampir dua jam Rerey duduk di ruang tengah tanpa sedikitpun boleh beranjak, jiwanya hampir mati kebosanan karena mendengar wejangan dari penghuni batalyon infanteri ini, mulai dari papa, mama, dan ajudan papanya.
“Kamu juga mesti tau Rerey kalau lettu Yudha itu bawahan papa kamu,” ketus nyonya gunawan, jika dia sudah memanggil anaknya dengan nama itu artinya dia sedang benar-benar marah.
“Semua orang juga tau kali,” cibir Rerey memutar bola matanya dengan pelan.
Karena mamanya sudah lelah berkoar Rerey akhirnya di bebaskan dengan syarat tidak mengulangi kesalahan dan patut di hukum keliling lapangan tiga puluh kali setelah itu berdiri di bawah tiang bendera dengan hormat.
Saat Rerey tengah menikmati hukumannya di bawah tiang bendera, seorang langkah kaki tegap menuju ke arahnya. Pantulan senja sengaja menutupi wajah pria itu, sedangkan netra Rerey disilaukan oleh senja. Pria loreng itu pun semakin mendekat, tatapan keduanya memantul di bawah senja, Pria itu tidak sama sekali berbicara namun memberikan sebotol minuman isotonik.
“Terima kasih bang,” ucap Rerey tersenyum manis seperti biasanya begitu ceria.
“Siapa suruh minum itu,” sahut Gunawan yang sudah bersedekap melihat ke arah mereka berdua.
“Papa,” lirih Rerey menggigit bibir bawahnya, “Papa jangan marahin Abang Yudha ya, di sini ananda yang salah.” lanjutnya kemudian Rerey pulang setelah perintah sang papa.
Tiga bulan sudah berlalu, tidak terasa Rerey sudah hampir menyelesaikan ujian tengah semester ganjilnya. Yah Rerey mengambil fakultas kedokteran di sebuah Universitas Bengkulu. Setelah perundingan dan perdebatan selama dua pekan, semuanya diatur oleh family. Kini Rerey merasakan bagaimana rasanya jauh dari keluarga tercinta, jauh dari aturan, jauh dari pengawasan dan jauh dari perhatian. Kerinduan pun begitu dirasakan, itulah mengapa kita harus menghargai kebersamaan yang selalu ada di dalam keluarga, karena merekalah yang tidak akan pernah pergi sekalipun orang lain mencoba untuk pergi.
Sekitar pukul lima sore Rerey keluar lagi menuju ke pantai panjang. Masih sama senjanya tidak sebagus jingga di atas Batalyon, kadang Rerey berpikir mengapa sesuatu yang indah hanya untuk dinikmati sementara begitupun dengan cinta.
“Hallo waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatu,” ucap Rerey menjawab salam dari seberang. Sudah lama mereka tidak bertemu mengapa tiba-tiba Yudha meneleponnya lagi?.
“Saya ingin pamit sama kamu,” ujar Yudha berdiri di hadapan Rerey. Rerey memainkan pasir yang berserak di bawah kakinya.
“Ternyata kamu itu kayak pasir ya bang, semakin Aku genggam kamu akan semakin terlepas,” lirih Rerey menatap sendu pasir yang diupamakannya dengan Yudha lalu beralih melihat Yudha dengan tersenyum miris.
“Rey … Saya milik pertiwi. Negara ini butuh Saya,” balas Yudha yang ikut duduk di bibir pantai.
“Aku tau sampai kapanpun kamu milik pertiwi bang. Tapi apa nggak bisa satu kali aja kamu nggak pergi dari Aku. Aku capek nunggu kamu tanpa kepastian, Aku seolah nunggu raga tanpa wujud.”.
“Saya juga inginnya seperti itu tapi tidak bisa, lebih baik kita akhiri saja semua ini.” Dan kalimat terakhir inilah yang Rerey dengar sebelum dunia Rerey berubah 180 derajat. Rerey kecelakaan dan mengalami koma selama dua bulan.
Yudha telah dipindah tugaskan di Bandung. Kota rafflesia hanya menjadi tempat singgah dimana sebuah perasaan berlabuh.
Waktu terus berlalu, bulan kian beranjak dan tahun mulai berganti. Semuanya mengajarkan banyak hal, satu atau dua kesalahan tak cukup di rasakan manusia untuk memiliki kesadaran.
Selang beberapa bulan Rerey menjalani masa koas di salah satu rumah sakit ternama di Bandung bersama dengan Gerald yang kini menjadi kekasihnya. Rerey tidak tahu jika rumah sakit itu ternyata rumah sakit TNI.
“Kapten,” ucap seorang perawat memanggil Yudha yang hendak berlalu menuju keluar.
“Ada dokter yang ingin bertemu dengan anda,” ucap perawat itu lagi.
“Ada yang bisa saya bantu dok,” ujar Yudha begitu sopan ketika sudah masuk ke ruangan Gerald. Gerald hanya tersenyum lalu tak lama itu pintu terbuka lagi menampilkan seorang gadis cantik yang berhijab seraya membenarkan snelinya.
“Ada apa yang?, kok manggil,” kata Rerey yang kemudian langsung terdiam melihat pria berbadan kekar itu. Kenapa bisa ketemu lagi sih? Kenapa juga Rerey harus bertemu dengan loreng lagi.
“Sepertinya kalian berdua harus bicara,” jelas Gerald. Kenapa juga Gerald tahu hubungan ini? Kadang Rerey berpikir kenapa jalan hidupnya serumit ini setelah lima tahun tidak bertemu mengapa harus dipertemukan lagi.
Kadang takdir memang tidak bisa di tebak, seseorang yang sudah lama tidak bertemu mungkin akan bertemu di kesempatan lain. Dan mungkin relationship goals itu akan terlihat jika keduanya serius ke jenjang pernikahan.
Jingga di atas Batalyon adalah awal mula titik di mana semuanya di mulai. Sejak kecil mereka sudah tumbuh di lingkungan yang sama walaupun di wilayah yang berbeda. Resepsi pedang pora dilakukan siang ini di hotel di mana prom night kemarin.
“Saya mencintai kamu di atas pertiwi ini Reygeinsha,” ucap Yudha mencium kening istrinya, tepat di bawah jingga batalyon.
“I don’t know how our story goes, but I will always love you to abdiku,” balas Rerey memeluk tubuh kekar sang abdi negara.
Biodata penulis:
Widia Ariska, lahir di kota Bengkulu 11 Oktober 2001. Putri kota rafflesia ini sedang menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi negeri islam pada program studi bimbingan konseling islam, dia memutuskan untuk menulis baru-baru ini.
Alhamdulillah sudah menerbitkan hampir 10 buku antologi dan sedang menulis naskah novel.
Motto: with a thousand dreams and millions of prayers, I am sure I will get everything.