Virus Bedebah Asal Wuhan Yakni Covid 19, Bukan Cerita Fiksi!

“Meski sudah memasuki tahun 2021, namun pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) belum usai. Malah semakin “gembelengan, kemaki” tanpa kompromi. Hari ini, Minggu 03 Januari 2021 dini hari, seorang sahabat, yang pada 06 Desember 2020 lalu sempat berjoget dan nyanyi bareng, berpulang menghadap Sang Illahi. Virus asal Wuhan-Tiongkok itu yang telah menggerogoti.”

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un…
Semoga husnul khotimoh…

Per-Oktober 2020 hingga 03 Januari 2021, ini adalah kali keempat di kompleks kami, COVID-19 merenggut nyawa. Pertama, sebut saja Mbah Putri, selang sehari Mbah Kakungnya. Pertengahan Desember 2020, seorang kakek, yaitu ayah dari sahabat saya yang hari ini berpulang.

Ada catatan yang mengharukan, yaitu ketika keluarga Mbah Putri yang kala itu bersama anak laki-lakinya dinyatakan positif, lantaran sebelumnya Mbah Kakung juga divonis terpapar virus “bedebah” dan menjengkelkan itu.

Mbah Putri yang terpapar COVID-19 ini mengalami struk dan sudah menahun, begitupun dengan Mbah Kakung, pasien komorbit alias memiliki penyakit bawaan. Hanya saja, Mbah Kakung sempat beberapa minggu mendapat perawatan di rumah sakit. Mbah Putri hanya melakukan isolasi mandiri bersama anak laki-lakinya yang berstatus sebagai orang tanpa gejala (OTG). Alasan dari tim medis Satgas COVID-19 setempat, karena semua kamar rumah sakit, baik negeri maupun swasta, tujukan atau bukan, semua penuh. Jadi terpaksa tetap isolasi mandiri di rumahnya.

Miris memang, bayangkan saja, di dalam rumah yang hanya berukuran type 21, tempat Mbah Putri dan anak laki-lakinya menjalani isolasi mandiri, masih ada dua orang lagi (negatif) dalam satu rumah itu. Jalas, ini sangat berisiko.

Beruntung, warga merespon dan berempati, bergotong royong, bagaimana agar dua orang yang terdiri anak usia 8-tahunan bersama ibunya (isteri dari anak laki-laki Mbah Putri) itu bisa segera dievakuasi. Karena jika masih dalam satu rumah, risiko tertular semakin tinggi.

Saya tak begitu tahu banyak tentang perlakuan tim medis dari Puskesmas terhadap Mbah Putri selama dalam masa isolasi mandiri. Tapi yang jelas, selama lebih dari 10 hari itu Mbah Putri tidak mendapatkan sinar matahari sama sekali. Vitamin pun, sepertinya hanya sekadarnya, atau mungkin malah tidak sama sekali. Kedatangan tim medis dari Puskesmas, bisa dihitung.

Maklum saja, kondisi genting, jumlah personil terbatas. Pasien tak terbendung. Jadi penanganan skala prioritas. Laporan yang masuk lebih awal, itu yang didahulukan. Komunikasi hanya lewat telpon seluller, WhatsApp dan SMS. Semua serba darurat.

Saat itu, jasad Mbah Putri dibawa dengan kantong jenazah. Tidak ada takziah, tak ada pula tahllil. Komplek mencekam, haru biru, semua berduka.

Namun ketika saya sedikit bergeser, masih sering ditemukan orang-orang yang menganggap COVID-19 seperti cerita fiksi. Pemberitaan Media “Mainstream” dianggap hanya menakut-nakuti. Sementara, informasi dari media sosial yang tidak jelas dari mana nara sumbernya, tidak “Cover Both Side” apalagi tidak memenuhi kaidah jurnalistik, malah lebih dipercaya. Dasar sedeng! Ini menjengkelkan.

Ada lagi, ketika pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), mengimbau untuk jaga jarak, memakai pengaman masker, dan cuci tangan, masih banyak yang abai. Tidak boleh berkerumun, masih “mbeler”, bikin acara ini dan itu.

Entah, sampai kapan virus ini berhenti, tak satu pun ada yang tahu. Hanya Sang Pencipta Jagad Semesata yang maha bisa mereda. Jangan jadikan ini sebagai sengketa. Jadikanlah sebagai bahan perenungan bahwa kita harus percaya, tangan-tangan Tuhan di bumi ini sedang bekerja: apa pun hasilnya, kita hanya bisa serahkan semua kepada Yang Kuasa.

Tetap lah saling peduli pada sesama, pada alam semesta, pada air, pada tanah, pada angin, pada apa saja yang diberikan Tuhan kepada kita.

Pandemi belum usai, waspada dengan apa yang kita bisa. Patuhi protokol kesehatan: pakai masker, cuci tangan, jaga jarak, dan tetap berdoa.

Oleh: Widi Hatmoko

AndalasUpdate.Co